Hukum & Kriminal

Dituduh Serobot Rumah Kontrakan,Pasutri Karangploso Pasrah

Diterbitkan

-

Soetopo Terdakwa Penyerobot Rumah. (ist)
Soetopo Terdakwa Penyerobot Rumah. (ist)

Memontum Malang – Sidang perkara dugaan penyerobotan rumah kontrakan di Perum Griya Permata Alam blok H nomor 11, Karangploso, Kabupaten Malang di PN Kepanjen terus bergulir.

Terdakwa terdiri dari Pasangan Suami Istri (Pasutri) atas nama Soetopo dan Yuliana Satiarahayu.Sutopo yang berprofesi sebagai tukang ojek online ini diperkarakan sang pemilik rumah bernama Sri Widarni warga Binangun, Surabaya.

Kedua terdakwa ini sudah menjalani sidang sebanyak tiga kali. Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan, kemudian kedua eksepsi dan ketiga adalah pemanggilan saksi-saksi.

Sedianya,hari ini Soetopo dan Yuliana kembali menjalani sidang dengan agenda putusan sela. Namun, sidang keempat ini harus ditunda hingga minggu depan lantaran kuasa hukum Soetopo dan Yuliana berhalangan hadir.

“Harusnya sekarang putusan, apa sidang bisa dilanjutkan atau tidak. Sebenarnya sejak sidang awal itu hakim sudah tanya kepada saya.Lalu kata Jaksa yang bersangkutan koorperatif kepada penyidik. Jaksa juga sempat mengakui, ngomong sebenarnya ini perdata tapi kok dimasukkan ke pidana, sempat bingung,” ungkap Soetopo, saat ditemui di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kamis (9/1/2020) siang.

Advertisement

Juga dijelaskan Soetopo, dirinya bersama sang istri sempat pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea. Disana, Soetopo mengaku, telah mengungkapkan apa yang telah dialaminya kepada Hotman.

“Habis sidang pertama itu, malam hari, saya langsung berangkat kesana. Ya konsultasi, tidak lama, karena kan kliennya Hotman itu banyak sekali,” tuturnya.

Lanjut Soetopo, atas perkara ini,pihaknya dan keluarganya mengaku sangat tertekan.

“Tekanan mental. Bukan hanya saya, tapi anak saya juga. Kalau tahu gitu gak saya teruskan dari dulu. Rugi mental, rugi materi,” ulasnya.
Seperti agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kamis (5/12/2019) lalu, Soetopo
menceritakan secara detail kronologis kejadian.

“Saya mulai kontrak rumah itu tahun 2003. Awalnya kan Rp 1.250.000 per tahun, kemudian naik menjadi Rp 1.500.000, mulai tahun 2009 itu naik menjadi Rp 1.750.000, itu harus minimal dua tahun. Itu mulai 2003 sampai 2008 ada kwitansinya, tapi sejak 2009 sampai sekarang ini gak ada. Padahal sudah saya bayar sampai 2025,”urai Soetopo.

Advertisement

Lanjut Soetopo, belum sampai jangka waktu itu habis, ternyata pada tahun 2015, Sri Widarni berniat menjual rumah yang kami tempati.Wardani menawarkan terlebih dahulu kepada kami.

“Pertama datang ke rumah, minta DP (uang muka, red) Rp 150 juta dalam waktu satu bulan. Saya sanggupi. Tidak lama kemudian, hari itu juga, ganti diberi waktu satu minggu. Saya sanggupi lagi. Terakhir, hari yang sama, minta hari itu juga. Ya saya tidak bisa apa-apa. Darimana dapat uang segitu cuma satu hari,” tandasnya.

Setelah pertemuan itu, Soetopo berhasil mendapatkan uang Rp 200 juta dan berniat membeli rumah tersebut dari Widarni. Namun,ketika mencoba menghubungi pemilik rumah tidak pernah ada tanggapan.

“Saya kejar terus. Saya hubungi tidak pernah respon, saya telpon, SMS. Kan sudah janji dijual ke saya,” terangnya.

Kemudian ada kabar dari Widarni,tiba-tiba mereka diperintahkan untuk angkat kaki dari rumah tersebut. Merasa masih berhak menempati rumah kontrakan itu hingga 2025, Soetopo enggan angkat kaki.

Advertisement

“Saya didatangi dua jaksa dari Batu, laki-laki dan perempuan. Ngakunya keponakan pemilik rumah. Disitu dia marah-marah, minta saya pergi dari rumah, sampai anak saya diseret-seret,” tuturnya.

Tak berhenti di situ, pada bulan Prebuari 2019,Soetopo dan Yuliana dilaporkan ke Polres Malang.Mereka dilaporkan atas tindak pidana memaksa masuk rumah tanpa hak sesuai yang tertera dalam pasal 167 KUHP.

“Tahu-tahu kok ada surat panggilan. Sudah beberapa kali dipanggil ke Polres, dipanggil Kejaksaan satu kali. Sudah dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan, red). Sudah dicoba mediasi, tapi yang punya rumah gak mau datang. Sebenarnya kalau tidak dijual ke saya gak masalah, yang penting uang saya sisa pembayaran kontrakan sampai 2025 itu dikembalikan. Kalau tidak ya sudah kita ikuti proses sampai akhir. Saya sampai jual tanah, habis semua,” tukasnya.

Kini, Soetopo dan istrinya hanya bisa pasrah mengikuti proses hukum. Soetopo pun berharap masalah tersebut bisa dapat segera terselesaikan dengan baik. (Sur/oso)

 

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas